KONFLIK DI MYANMAR (ROHINGNYA)
Pembimbing:
Ade Afni S.Pd
MAN 2 MODEL MEDAN
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Tidak lupa juga
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama guru pembimbing kami
karena telah mengarahkan sehingga makalah ini dapat selesai dengan sebaik
mungkin.
Namun, kami juga
menyadari bahwa dalam makalahini tentunya masih banyak kekurangan baii dari
penyusunan,maupun tata bahasa penyamapaian. Oleh karena itu, kami sebagai tim
penyusun secara sadar meminta maaf akan kekurangan tersebut.
Kami
berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.
Medan, 13 September 2024
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………….…..……………………….2
DAFTAR
ISI………………….………………………………..3
BAB
1 PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang………………..…………………………4
b.
Rumusan
Masalah………………….……………………4
c.
Tujuan
Penelitian………………………………………..4
BAB
2 PEMBAHASAN
a.
Latar
Belakang Terjadinya………….……….…………..5
b.
Penyelesaian
………….…………………………………7
c.
Peran
Indonesia Sebagai ASEAN………………..……7-8
BAB
3 PENUTUP
a.
Kesimpulan…………….…………………………...….10
b.
Saran………………..……………..………………...….10
DAFTAR
PUSTAKA………………..……….……….….…..11
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etnis rohingnya
dapat dikatakan sebagai kelompok yang paling tidak beruntung di dunia. Ratusan
ribu warga rohingnya harus meninggalkan Rakhine,Myanmar,ketika konflik terjadi
akibat serangan dari kelompok Budha nasionalis dan juga militer Myanmar.
Ditahun 2017, konflik bersenjata kembali terjadi antara kelompok militan
Rohingnya Arsa dengan militer Myanmar. Akibatnya, ratusan ribu warga etnis
Rohingnya banyak melarikan diri ke negara-negara tetangga, seperti
Bangladesh,indonesia,malaysia, dan thailand. Hingga saat ini, permasalahan yang
dialami oleh warga etnis belum menemukam titik terang dan mereka harus tetap
menjadi pengungsi di negara lain.
1.2 Rumusan Masalah
A. Latar Belakang
Terjadinya
B. Penyelesaian
C. Peran Indonesia
Sebagai ASEAN
1.3 Tujuan Penelitian
Pertama, memahami
sejarah,kondisi pengungsi, dan kebijakan Bangladesh terkait dampak yang
ditimbulkan pengungsi Rohingnya. Kedua, mendeskripsikan proses dikeluarkannya
kebijakan (penghentian pengungsi Rohingnya sebagai pilihan yang rasional. Dan
ketiga, menjelaskan alasan pemerintah Bangladesh mengeluarkan kebijakan
penghentian penerimaan pengungsi Rohingnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Terjadinya
Ø
Asal
Usul
Etnis Rohingya adalah penduduk minoritas
beragama Islam yang bertempat tinggal di daerah Myanmar. Mereka menempati
Provinsi Arakan di sisi sebelah barat laut Myanmar. Daerah ini berbatasan
dengan Bangladesh dan sekarang dikenal dengan Provinsi Rakhine atau Rakhaing.
Ø
Awal
Konflik
Pada masa kepemimpinan Jenderal Aung San
setelah kemerdekaan Myanmar, etnis Rohingya masih diakui keberadaannya dalam
pemerintahan. Namun pada tahun 1962, Jenderal Ne Win berhasil melakukan kudeta
dan menyebabkan sistem politik Myanmar berubah menjadi lebih otoriter.
Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena
menganggap kelompok Muslim ini bukan
merupakan kelompok
etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948.
Ø
Tidak diakuinya rohingya oleh pemerintah
myanmar
Etnis yang diakui
sebagai warga negara adalah etnis yang telah lama berada di Myanmar sebelum
pendudukan kolonial Inggris tahun 1824. Tercatat ada 135 etnis, sayangnya
Rohingya etnis Bengali tidak termasuk didalamnya. Konflik lain yang menyebabkan
tergusurnya etnis Rohingya dari Myanmar yakni karena adanya kecemburuan dari
etnis Rakhine terhadap etnis Rohingya.
tersebut dikarenakan populasi etnis Muslim
Rohingya dalam beberapa tahun terus meningkat. Bagi mereka, keberadaan etnis
Rohingya dianggap sebagai sesuatu yang terus mengganggu.Rohingya yang berada di
wilayah Arakan, membuat etnis Rakhine semakin terancam.
Hingga
munculah tindakan diskriminatif seperti penjarahan, pemusnahan tempat tinggal,
pembakaran masjid dan pemerkosaan. Perpecahan pun muncul menyebabkan konflik
antara Rohingya dan Rakhine semakin besar. Di saat yang sama etnis Rakhine
masih dilindungi oleh pemerintah.
Perampasan wilayah
Rohingya oleh pemerintah
Kemudian
hal ini berlanjut pada tahun 2000-an, di mana pemerintah Junta Militer Myanmar
semakin gencar melakukan Burmanisasi dengan menerapkan program model village.
Yakni suatu perumahan yang dibangun khusus untuk orang-orang beragama Buddha
seperti Buddha Rakhine dan orang Buddha lainnya yang sebagian besar berasal
dari etnis Burma. Pada akhirnya, pemerintah Myanmar justru menyita tanah warga
Rohingya secara paksa untuk membangun model village ini. Konflik Rohingya pun
akhirnya membesar dan melebar hingga menjadi isu internasional setelah media
luar mulai memberitakan masalah ini di tahun 2012. Pada juli 2012, konflik
memuncak ditandani dengan adanya pembakaran besar-besaran terhadap perumahan yang
dihuni oleh etnis Rohingnya.
B. Penyelesaian
Bentuk penyelesaian
sengketanya ialah melalui PBB, khususnya hal ini dikarenakan telah memenuhi
unsur masalah ancaman atau pelanggaran keamanan dan perdamaian dunia, namun
terjadi veto dalam DK PBB, oleh karena itu terdapat fungsi ekstra Majelis Umum
perihal veto yang berdasarkan Resolusi 377 A (V) “Uniting for Peace Resolution”
tahun 1950 dengan menyelenggarakan sidang darurat khusus untuk membentuk komisi-komisi penyelidikan dan
pasukan PBB terhadap pelanggaran HAM di Myanmar.
Sanksi yang dapat diterapkan
ialah sanksi ekonomi dikarenakan sebagai alat penegakan hukum yang paling
efektif dalam proses edukasi dan peningkatan standar hak asasi manusia di
Myanmar. Proses ini dimaksudkan agar negara Myanmar bersikap kooperatif dan
terbuka dan melakukan langkah penguatan dengan melakukan tindakan ratifikasi
instrumen hukum hak asasi manusia internasional. Proses kedepannya diharapkan
agar adanya penghapusan hak veto untuk kemudahan dalam mewujudkan peningkatan
perdaban manusia berhubungan dengan keamanan dan perdamaian dunia.
C. Peran Indonesia Sebagai Asean
Indonesia menujukan peran dan menunjukan dirinya peduli dalam membantu
menangani masalah etnis rohingya dikarenakan garis besar politik luar
negeri indonesia berlandaskan pada Undang-undang dasar 1945, yaitu menjaga
perdamaian dunia dan perdamaian abadi yang berdasarkan pada keadilan sosial.
Indonesia sangat mengencam dan mengutuk keras atas tindakan Myanmar yang
melakukan ethnic cleansing serta diskriminasi terhadap etnis rohingya.
Pemerintah melalui Menlu yang bekerja sama dengan masyarakat sipil
telah memberikan bantuan kemanusiaan berupa pakaian,alat tidur,tempat
penampungan air,makanan serta tenda untuk menampung pengungsi terhadap etnis
rohingya baik yang telah mengungsi ke bangladesh maupun yang berada di wilayah
Rakhine. Selain dari itu,kementerian kesehatan mengirimkan bantuan yang berupa
obat-obatan sebanyak 1 ton bagi pengungsi yang mengidap penyakit. Kerja
sama antara Menlu dan masyarakat sipil tersebut dikepalai oleh dua organisasi
islam besar di indonesia,muhamamadiyah dan Nahdatul ulama (NU).
Kerjasama tersebut mempunyai tujuan utama yaitu agar pemerintah tetap
terlibat disetiap masalah rohingya walaupun tidak terlalu banyak memberikan
pengaruh terhadap kebijakan Myanmar diwilayah Rakhine serta memberikan jalan
kepada para organisasi non pemerintah (NGO) indonesia untuk andil dalam
membantu rohingya dalam bentuk bantuan kemanusiaan.
Tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan indonesia juga
melakukan diplomasi dengan pemerintah Myanmar, dengan menawarkan solusi kepada
pemerintah myanmar serta menyinggung isu rohingya di forum-forum internasional.
Indonesia membentuk sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertugas
dibidang kemanuasiaan pada tanggal 13 agustus 2017. LSM ini bernama Aliansi Kemanusiaan
Indonesia untuk Myanmar (AKIM) yang mempunyai tugas untuk membantu krisis
kemanusiaan di Myanmar. AKIM ini beranggotakan Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah,PKPU,aksi cepat tanggap dan palang merah indonesia. AKIM ini
mempunyai program kerja Humanitarian Assitance for sustainable community untuk
myanmar. Dalam program HASCO ini hanya memberikan bantuan kemanusiaan serta
pengembangan kapasitas untuk masyarakat dan area yang terkena dampak konflik di
rakhine.
BAB
3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan
penjelasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa yang melatar
belakangi terjadinya konflik adalah karena tidak diakuinya orang Rohingya
sebagai warga negara Myanmar atau adanya penolakan pemberian kewarganegaraan,
hal ini menyebabkan etnis Rohingya menjadi
bangsa
tanpa kewarganegaraan. Hal ini menyebabkan Militer memiliki pembenaran untuk
mengusir etnis Rohingya dari tanah leluhurnya. Akibatnya lebih dari setengah
populasi Rohingya diusir atau mengungsi keluar dari Rakhine. Selain itu juga
pelecehan terhadap kaum wanita dan pembatasan pernikahan, dan juga pembunuhan,
penahanan serta penyiksaan pihak Militer berupa pembunuhan terhadap orang
Rohingya bahkan hal itu dilakukan secara acak dalam rangka
pemusnahan
etnis Rohingya.
B. Saran
Dalam
penulisan tentang konflik muslim Rohingya dengan Budha Rakhine ini penulis
menyarankan agar pihak internasional mengecam keras atas pelanggaran HAM yang
menimpa kaum sesama muslim kita di Myanmar. Baik itu dari PBB, ASEAN dan
lembaga internasional lainnya agar secara keras dan menjadi perhatian khusus
atas konflik yang tejadi di Myanmar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azizah, I. N. (2017). Peranan
Indonesia Dalam Membantu Penanganan Masalah Etnis Rohingya Di Myanmar
(2014-2017). Global Political Studies Journal, 1(2), 162-180.
2. http://e-journal.uajy.ac.id/3203/5/4KOM03799.pdf
4. sumbar.ac.id/id/eprint/11059/3/BAB%20IV.pdf
5. https://www.liputan6.com/hot/read/5456342/sejarah-rohingya-dan-penyebab-konflik-etnis-di-myanmar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar